Rabu, 04 Mei 2011

PENDAKIAN SUMBING : Menggapai Puncak 3371

Petualangan bukan hanya tentang kesenangan
Tapi juga tentang kesetiakawanan
Kali ini, aku ingin membagi cataan pendakian pertamaku di Gunung Sumbing pada tanggal 8-10 April 2011 bersama 5 orang teman; Agus (PMTG, Mapadegama), Lilik (PMTG, TBM ALERT FK UMY), Ririt (PMTG, Brahmahadhika), Ibenk (TBM) dan Zihan (TBM).
Jum’at, 8 april 2011
Selepas sholat Jum’at di MasKam, aku bergegas meninggalkan kampus dan menuju rumah Agus di Papringan. Agus telah siap dengan carrier-nya. Kami segera melesat menuju rumahku, camp transit pendakian kali ini. Satu jam kemudian kami sampai setelah diterpa hujan dari Salam sampai rumahku. Setengah jam kemudian Lilik dan dua temannya, Ibenk dan zihan, datang dalam kondisi basah juga. Ririt ijin datang terlambat karena ada kegiatan lomba di kampusnya, UNS Solo. Namun aku tak mengira akan terlambat selama ini, 3 jam, yang membuat kami mencapai Puncak Kejenuhan.Tepat sebelum Maghrib Ririt datang, akhirnya kami putuskan untuk berangkat setelah sholat Maghrib dan Isya’.
Kami berangkat dengan 4 motor dan harus memakai mantol karena hujan masih mengguyur. Sampai perbatasan Kabupaten Magelang dan Temanggung. Beberapa ratus meter sebelum Alun-alun Kota Temanggung, ban belakang Vario Ririt, yang Kukendarai, bocor. Setengah jam kemudian kami baru bias melanjutkan perjalanan menuju Garung, basecamp gunung Sumbing. Satu jam kemudian, pukul 9.30 malam, kami sampai di Basecamp, udara dingin khas gunung menyapa kulit kami. Banyak juga yang mendaki selain kami, MAPALA CARABINER (Fakultas Teknik UNY), SILVAGAMA (Fakultas Kehutanan UGM), serta para pendaki lain yang tak kami ketahui namanya. Kegiatan kami di sana yaitu; istirahat sambil ngobrol-ngobrol dengan pendaki lain, packing ulang, dan mendaftar ke pengelola basecamp.
 
 Ibenk - Ririt - Arie - Lilik - Agus - Zihan
 
Pukul 10.45 kami mulai mendaki. Jalan desa yang berbatu mengawali perjalanan kami. Kami memilih jalur baru karena menurut teman-teman yang pernah mendaki Sumbing, jalur baru relatif lebih dekat dan mudah dibandingkan jalur lama. Setelah melewati batas desa, kami menemui hutan bambu, kemudian ladang penduduk dengan track tanah yang menanjak dan licin sisa gerimis sore tadi. Langkah kami cukup stabil di awal tanjakan, namun tanjakan terasa sangat jauh dan tak ada habis-habisnya. Jalan licin, menanjak, dan gelap membuat kami harus extra hati-hati, karena jika tergelincir, kami akan terguling jatuh jauh di awal tanjakan atau akan jatuh ke ladang penduduk yang cukup dalam di samping jalur pendakian.
Satu jam lebih, tugu perbatasan antara lading dan hutan baru terlihat. Track hutan ini berupa jalan setapak sempit yang ditumbuhi alang-alang dan rumput liar di kanan-kirinya. Lumayan landai dibandingkan track ladang. Sebelum sampai di Pos 1, kami melewati air terjun yang merupakan hulu sungai di batas desa yang tadi kami lewati. Pos 1 hanya berupa lahan sempityang mungkin hanya bisa didirikan 1 dome. Kami istirahat, minum, dan melepaskan carrier dari tubuh kami yang basah oleh keringat. Kami lanjutkan perjalanan dengan target nge-camp di Pos 2. Pos 2 ternyata masih jauh, tapi kami harus tetap bertahan meski kaki telah lelah, dan mata mulai mengantuk gara-gara terlalu sering (dan terlalu lama) berhenti. Pukul 2. 30 akhirnya kami sampai di Pos 2. Alhamdulillah!! Pos 2 berupa tanah lapang yang cukup luas dengan gubuk beratap seng tanpa dinding. Kami segera mendirikan 2 dome. Aku, Agus, dan Ririt tidur di dome WeJe, sedangkan Lilik, Ibenk, dan Zihan di dome extra luas yang dibawa Lilik. Kami memutuskan untul langsung tidur tanpa makan malam, karena kondisi mata dan tubuh kami yang sudah tak bisa diajak kompromi. Gerimis dan Lagu-lagu OST Gie menjadi pengantar tidur kami..
Sabtu, 9 April 2011
Srekk.. Srekk.. Srekk..
          Ku membuka mata karena mendengar langkah kaki di luar dome, ternyata Lilik yang bangun lebih dulu dari kami semua, kemudian disusul Ibenk dan Zihan. Kami segera membuat kopi untuk menghangatkan pagi-menjelang-siang yang dingin ini. Ririt dan agus terbangun, kemudian kami memasak untuk sarapan kami. Pagi ini kami sarapan dengan nasi, sup,tempe goreng dan mie goreng serta kerupuk. Setelah sarapan, kami segera bongkar dome dan packing barang-barang kami untuk melanjutkan sisa perjalanan yang masih sangat jauh ini. Kami hanya akan membawa I carrier Eiger punya Lilik dan 1 daypack Eiger punya Ririt untuk membawa minuman, cemilan, mie, misting, mantol dan senter untuk keadaan darurat. Sisanya (4 carrier, 2 dome, dan barang-barang lainnya)kami tinggal di Pos 2, tentunya kami sembunyikan di semak-semak dan kami tutupi dengan plastik lebar dan ranting-ranting sehingga aman dari air hujan dan para pendaki lain. Hehehe..
 Camping Site of Pos 2
Combat Ready for Summit Attack
Pukul 11.00 kami meninggalkan Pos 2 dengan berdoa agar kami sukses dan barang-barang kami aman. Track dari Pos 2 berbeda dari sebelumnya, menanjak di sepanjang perjalanan. Di penghujung hutan kami temui tugu Memoriam di bawah pohon besar. Cukup misty, tapi mengingatkanku agar selalu hati-hati dan semakin waspada, karena digunung bahaya selalu ada. Selepas hutan, kami temui jalur dengan tumbuhan perdu yang jarang di jalur yang berbentuk seperti sungai dengan jurang di kanan kirinya. Tanahnya cukup licin, sehingga kami harus hati-hati agar tak tergelincir. Cuaca siang ini cukup cerah, puncak Sindoro mengintip di balik gumpalan-gumpalan awan menambah keindahan pendakian ini. Ibenk dengan SLR-nya mengabadikan Sindoro yang ada di seberang lembah Kledung sana.
Sekitar 1,5 jam kemudian, kami sampai di pertemuan antara jalur lama dan jalur baru. Kami bertemu dengan Mapala Carabiner. Agus berhenti dan ngobrol-ngobrol dengan mereka, sedangkan kami berlima melanjutkan pendakian melewati Pasar Setan dan sampai di Pasar Watu. Kami istirahat sambil menunggu Agus (yang lama banget!!). Ibenk si photographer beraksi lagi dengan view yang lumayan indah.
Akhirnya agus terlihat, dan kami melanjutkan pendakian yang katanya tinggal 2 jam ini. Tapi 2 jam terasa berat sekali. Setelah melewati Watu Kotak, kami harus melewati track yang terus menanjak. Kami semakin sering berhenti untuk minum dan mengistirahatkan kaki meskipun puncak sudah terlihat. Edlweiss yang mulai berbunga menghiasi kanan kiri track menuju puncak. Semangat!!
PUNCAK!! ALHAMDULILLAH!!
Kata-kata itulah yang keluar dari mulutku begitu menginjakkan kaki di puncak. jam HP-ku mnenunjukkan pukul 02.50pm. Rasa lelah di kaki dan tubuhku serasa hilang, tertutupi oleh euphoria puncak. Kami saling bersalaman di puncak gunung yang kami daki bersama ini. Rasa syukur dan takjub tak berhenti terucap menikimati keindahan di ketinggian ini. Sindoro yang semakin terbuka, Merbabu, Merapi, Telomoyo dan Andong menghiasi lukisan tuhan yang begitu sempurna ini. Meskipun tak terlalu cerah karena kabut dan awan mendung, namun senja di puncak Sumbing ini tetap indah. Ditambah lagi dengan pemandangan Laut serta Gunung Slamet yang hanya terlihat kecil di sebelah Barat daya.
Kami segera memasak mie untuk mengganjal perut kami yang lapar serta untuk sedikit menghangatkan tubuh kami. Karena angin berhembus cukup kencang dan sangat dingin. Agus kulihat sangat kedinginan tanpa jaket, akhirnya dipinjami kaos lengan panjang punya Lilik. Dasar Gembell Kademen!! hahaha
Moment-moment Puncak ini tak disia-siakan Ibenk. SLR-nya memotret dan merekam kesuksesan kami menggapai Puncak 3371 ini. Puncak tertinggi kedua di Jawa Tengah. Puncak tertinggiku saat ini. Puncak kelima yang berhasil kudaki setelah Sindoro, Merbabu, Merapi, dan Lawu. Tak lupa aku berpose dengan mengibarkan jaket BIO-EDC’09 dengan background Merbabu-Merapi untuk oleh-oleh teman seperjuanganku di BIO-EDC’09. Ririt melalukan ritualnya, berpose dengan payung ungunya. Lilik, Ibenk, dan Zihan dengan bendera TBM ALERT-nya. Agus dengan Kaos PMTG-nya. Nampang Mode On!!

 All crews on the Summit of Mt. Sumbing (3371 mdpl)
 
PMTG adventure - BIO-EDC'09
Ririt (Shalat di ketinggian 3371 mdpl. Have you??)

Dua jam di puncak terasa begitu cepat. Setelah salat Luhur+Ashar di tempat tertinggi ini, kami memutuskan untuk turun karena waktu telah menunjukkan pukul 04.50. Matahari senja yang tertutup awan menciptakan langit jingga yang indah, yang menemani perjalanan turun kami. Turun gunung memang lebih sulit, meskipun lebih ringan. Terlebih dengan kondisi jalan yang licin serta langit yang perlahan-lahan gelap memaksa kami berjalan lambat dan hati-hati. Cahaya senter kami yang mulai redup tak dapat berbuat banyak. Sepertinya untuk mencapai Pos 2 akan menjadi perjalanan yang berat. Namun kami harus menjalaninya, karena semua barang kami ada di sana. Setelah berkali-kali terpeleset, jatuh, berpegangan pada rumput-rumput liar, akhirnya kami sampai di Tugu Memoriam. Beberapa menit kemudian kami sampai di Pos 2. Alhamdulillah.
Kami segera mengambil barang-barang yang kami sembunyikan. Alhamdulillah masih utuh seperti saat kami meninggalkannya. Kami beristirahat sebentar sambil ‘rapat’ untuk mengambil keputusan apakah mau nge-camp ataukah mau lanjut sampai basecamp. Secara jumlah suara, Lilik, Ririt, dan Aku memilih untuk nge-camp karena badan dan kaki kami sudah sangat lelah. Selain itu senter kami sudah mulai redup dan juga track ladang akan sangat licin untuk kami lewati. Ibenk dan Zihan memilih langsung turun sampai basecamp karena besok pagi ada acara di Nglanggeran Pukul 9. Sedangkan Agus Ngikut aja. Akhirnya kami segera re-packing barang-barang kami dan bergegas meninggalkan Pos 2 meskipun badan telah lelah dan kaki pegel-pegel karena Ibenk dan Zihan benar-benar ngotot ingin turun.
Seperti yang kukira, perjalanan turun sangat lambat. Aku, Agus, dan Ririt berkali-kali harus berhenti untuk menunggu Lilik, Ibenk, dan Zihan yang tertinggal cukup jauh. Senterku pun sudah tidak bisa diandalkan untuk menerangi jalan yang berbatu dan licin. Berkali-kali aku terpeleset dan harus berpegangan pada pohon atau apaun agar tak terjatuh, namun tetap saja aku beberapa kali terjatuh. Ririt hanya tertawa sambil berkomentar, “ Slow, Mond..hahaha..!!”. “Gembell..!!”
Setelah sekitar 1 jam berjalan di jalan setapak, kami sampai di perbatasan hutan dan ladang. Lampu-lampu rumah penduduk telah terlihat, namun masih cukup jauh untuk kami yang sangat lelah dan lapar ini. Aku berjalan semakin pelan karena tanahnya lebih licin dari pada jalan hutan serta senterku yang semakin ‘parah’. Berjalan turun di track seperti ini ternyata lebih sulit dari pada berjalan naik, jadi kami harus lebih hati-hati dengan langkah kaki kami.
Sampai di pertengahan track ladang, Agus mundur ke belakang menemani Lilik yang selalu tertinggal. Kakinya memang sudah gemetar sejak di Pos 2 tadi. Kini Ririt yang berjalan di depan, kemudian aku mengikutinya di belakangnya. Setelah bersusah-payah berjalan menuruni tanah licin, akhirnya sampai juga di hutan Bambu, kemudian rumah-rumah penduduk, jalan berbatu yang terang oleh lampu-lampu desa. Botol-botol air mineral yang kugantung di carrier-ku menimbulkan bunyi berisik yang membelah malam yang sepi ini. (walah...).
Aku dan Ririt sampai di Basecamp jam 12.15an. Alhamdulillah.!! Aku memutuskan untuk duduk di luar dulu sambil menunggu empat temanku lainnya karena di dalam basecamp penuh dengan mapala yang telah turun sore tadi. Ibenk dan Zihan baru sampai di basecamp pukul 01.00, kemudian disusul Agus dan Lilik. Setelah bersih-bersih badan, kami memutuskan untuk masuk ke basecamp kemudian memasak. Energen+kopi Jahe Susu cukup menghangatkan tubuh kami, nikmat sekali, namun Ibenk, Zihan dan Lilik telah terlelap tanpa makan ataupun minum apapun. Aku, Agus, dan Ririt kemudian masak Mie Goreng dan Nasi Goreng dari nasi sisa makan siang tadi (kemaren), tapi masih layak kok. hehe.. Makan malam yang Mak nyuss!!
Setelah beres-beres Misting dan Barang-barang lainnya, Akhirnya kami bertiga membaringkan tubuh kami di atas matras (kira-kira Pukul 03.00). Dan zZz Zz zzZz...

Minggu, 10 april 2011
Antara sadar dan setengah sadar, aku terbangun dan menyambut jabat tangan Ibenk dan Zihan yang kembali ke Jogja lebih dulu seperti rencana mereka. Kemudian aku tak ingat lagi apa yang terjadi sampai terbangun lagi 1 jam kemudian. Aku segera cuci muka dan tidak mandi karena airnya dingin sekali. Hehe.. Ternyata rencana kami berubah, pagi itu kami tidak masak sarapan di Basecamp, tetapi langsung pulang. GEMBELL!! Setelah packing, kami meninggalkan Basecamp Sumbing. Aku, Ririt, Agus dan Lilik perlahan menjauh, dan semakin jauh dari Sumbing serta Sindoro, yang pernah kugapai puncaknya. Dan aku berkata pada diriku sendiri, “ Aku akan Kembali suatu saat nanti..”