Selasa, 24 Agustus 2010

MERAPI #5 : RAMADHAN ON MOUNTAIN FOR CELEBRATING OUR INDEPENDENCE DAY

Senin, 16 Agustus 2010
Seperti Kesepakatan, aku menunggu jam 4.00 Sore di Klentheng Muntilan. Dua jam sebelumnya aku telah selesai packing semua equipment dan logistic untuk pendakian kedelapanku ini. Lilik dan temannya, Herry, akhirnya datang jam 4.30. Kemudian kami berangkat menuju Basecamp tanpa Ririt yang akan menyusul kami karena masih ada keperluan di UNS, Solo.
Perjalanan menuju Basecamp Merapi cukup Extreme. Kabut tebal di beberapa tanjakan sebelum Ketep Pass menghalangi pandangan kami. Hanya jarak 2 meter yang bisa kami lihat, yang mengharuskan kami melaju pelan dan extra hati-hati. Di tambah lagi jalan yang rusak, licin dan tentu saja udara yang dingin.
Akhirnya tulisan NEW SELO terlihat juga. Kami sampai Basecamp BaraMeru Merapi pukul 5.45. Setelah mendaftar di Pos Pendaftaran Pendakian Gunung Merapi ( masing-masing kena Rp 4000 ) , kami berbuka puasa kemudian Solat Maghrib.
Jam 7.00 malam Ririt SMS bahwa Solo hujan deras. Dia sudah basah kuyup, dan masih harus melaju selama ±3 jam untuk sampai Basecamp. Akhirnya kami putuskan agar Ririt kembali ke kostnya di Solo. Masalah baru!! Tak ada Nisting, karena Riritlah yang kebagian tugas membawa Nisting. Tak terbayang Sahur dengan kopi dan mie instan dingin, di udara yang dingin pula. Untunglah Lilik membawa Panci, kemudian kami patungan untuk membeli Parafin. Satu masalah selesai.
Setelah Solat Isya’ dan packing ulang, jam 7.45 kami putuskan untuk mulai mendaki bermodalkan 2 senter (Senterku yang masih penuh batereinya dan senter Herry yang tinggal 20%). Beberapa puluh meter dari NEW SELO aku sudah mulai lelah. Maklum, ini pertama kalinya aku menggendong carrier gede beserta Dome milik WeJe di dalamnya. Tapi tetap harus kuat. Tak bole kalah dengan para pendaki baru. Di perbatasan antara lading dan hutan kami bertemu dengan rombongan Komunitas Backpacker Jogja, kemudian kami berhenti untuk melepas lelah sejenak di “sumur”. Gerimis mulai turun, kemudian kami putuskan untuk melanjutkan pendakian tanpa mantol. Namun gerimis bertambah deras, memaksa kami untuk memakai mantol. Penerangan yang minim, Gerimis, jalan yang licin. Perfect!! Tapi tetap harus semangat meski berkali-kali jatuh terpeleset. Sampai di Pos I kami istirahat lagi, kemudian berjalan lagi melalui jalur Edlweizz, jalur yang melalui ladang Edlweizz yang tak sering dilalui oleh pendaki lain. Entah tak mau, atau tak tau. Tapi jalur ini lebih “enak” dibandingkan jalur utama, menurutku.
Akhirnya kami sampai di Pasar Bubrah jam 11.35 malam, kemudian kami langsung mendirikan Dome dan tidur.

Selasa, 17 Agustus 2010
Jam 4 kurang!! Kami bangun kemudian langsung masak air untuk bikin kopi dan mie instan untuk sahur. Lalu kami Solat Subuh dengan menggelar mantol di luar Dome. Dingin!! Banyak pendaki lain yang mulai mendaki puncak gunung ini, tapi karena senter tinggal 1 dan redup, kami putuskan untuk menikmati Sunrise di Memoriam Monuments.
Kemudian kami segera mendaki bukit kecil itu karena cahaya kuning telah mulai menggores di langit timur. Kamera SLR Herry segera dikeluarkan dan tak ingin menyia-nyiakan moment-moment munculnya mentari pertama di tahun ke-65 Indonesia kita ini. Keindahan yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Bahkan dalam fotopun takkan seindah aslinya. Goresan Tuhan!!
Acara saat itu hanyalah foto-foto. Sendiri, berdua, bertiga, dan rame-rame dengan rombongan pendaki lain. Termasuk dengan 2 bule Perancis yang tak mendaki sampai puncak karena lelah. Tak sempat bertanya nama, tapi dia sempat memberi alamat e-mail agar aku bisa mengirim foto-foto dengan mereka itu. Franc Even.
Setelah mentari mulai naik dan puncak telah terlihat, kami putuskan mulai mendaki etape terakhir menuju puncak. Jalur batu dan pasir yang cukup labil. Jangan pernah salah langkah!! Di jalur itu kami bertemu dengan rombongan Franc Even (yang ternyata temannya teman Lilik. Seorang bule Ceko yang batal mendaki karena sakit).30 menit kemudian, tepatnya jam 6.45 kami (aku dan Lilik) berhasil menjejakkan kaki di Puncak Merapi (2914 mdpl), 10 menit kemudian Herry baru sampai. Alhamdulillah !! Puncak cukup ramai, ada rombongan bule lagi. Yang menarik, ada seorang bule yang “bersama” gadis Pribumi. Lucu!!
Cuaca yang cerah, tanpa kabut. Merbabu, Sumbing, Sindoro, Lawu, Slamet, Bahkan Semeru terlihat dari jelas. Kamera Herry segera “dimanfaatkan” lagi. Akupun berdiri diatas Puncak Garuda Baru sambil mengibarkan Sang Merah Putih, seperti tujuanku melakukan pendakian ini. Sayangnya, tak diadakan Upacara Bendera di Puncak Merapi ini, seperti di gunung-gunung lainnya.tapi cukup puas dengan pendakian ini.
Satu jam lebih di puncak hanya kami gunakan untuk foto-foto, karena memang tak ada aktifitas lain yang bisa dilakukan. Setelah kami rasa cukup, kami putuskan untuk turun karena waktu juga sudah semakin siang. Sesampainya tempat ngCamp, kami segera bongkar Dome dan lalu packing. Kemudian kami mulai berjalan turun.Saat kami berjalan turun di Watu Gajah, kami bertemu dengan keluarga pendaki. Yang menarik perhatian kami adalah anak kecil yang mungkin baru berusia 4 tahun yang terlihat masih semangat berjalan diantara celah-celah bebatuan. Mungkin dia Pendaki Merapi Termuda. Pendaki yang benar-benar mendaki, berjalan sendiri. Salut!! Sayang tak sempat foto bersama.
Perjalanan turun gunung berlanjut. Kami turun melalui jalur semula, tidak melalui jalur utama, tapi melalui Jalur Edlweizz. Karena pemandangannya lebih indah. Dan jalurnya lebih mudah. Kamera SLR kembali dikeluarkan untuk mengambil foto Lembah Edlweizz yang indah, titipan Anna ‘PMTG”.
Tak tahan godaan plus cuaca yang panas, Herrypun Berbuka lebih awal. Dasar cah edan!! Perjalanan kami lanjutkan setelah nafas mulai teratur. Tapi meskipun Herry telah minum setengah botol Pocary Sweat, ternyata tetap saja dia paling lamban. Aku dan Lilik istirahat sejenak di pos I untuk menunggu Herry, setelah dia sampai, kami lanjutkan lagi “Penurunan Gunung” ini. Dia tertinggal lagi. Terpaksa Aku dan Lilik harus menunggu Herry di “sumur”, perbatasan hutan dan ladang. Cukup lama, aku lepaskan dulu Carrier dan tiduran di sana. Setelah dia sampai kami lanjutkan lagi perjalanan yang mungkin tinggal 30 menit itu. Jam 12.00 kami sampai di NEW SELO. Tapi Aku dan Lilik kembali harus menunggu Herry di sana. Tak lama, tapi saat dia sampai, dia malah berhenti dan duduk-duduk di kursi depan warung ujung. Tak taunya dia pesan minum dan makan. DASAR!! Kemudian Aku dan Lilik memutuskan untuk meninggalkan dia dan turun duluan ke Basecamp.
9 menit kemudian kami sampai di Basecamp BaraMeru Merapi. Alhamdulillah. Kemudian kami bersih-bersih. Cuci tangan, muka, kaki dan rambut. Siang-siang tetep dingin Bro!! Setelah Herry datang, kami segera membayar biaya parkir motor (Rp 3000) dan bergegas meninggalkan BaseCamp untuk pulang. Dan alhamdulillah aku tetap bertahan sampai bedug Maghrib terdengar. " a Metal Mountaineering . . ."



Pendakian yang sukses dan cerah!!
Itulah yang ada di pikiranku saat ini
Seperti yang pernah ku katakan
Selalu ada hal baru di setiap pendakian Merapi
Carrier, SLR, Sahur, Lilik, Herry…
Dan Sunrise yang indah serta puncak yang cerah di Merapi


Lima kali..
Mungkin sudah cukup
Tapi jika ada kesempatan lagi
Aku pasti kembali…


Pendaki : Arie, Lilik, Herry

Rabu, 04 Agustus 2010

Merapi

Seperti Gie yang begitu mencintai Pangrango karena Mandalawanginya..
Akupun begitu mencintai merapi..
..Entah karena NEW SELO, Watu Gajah, Pasar Bubrah, Kawah Mati, Puncak Memoriam, Puncak Garuda (baru)..Ataupun karena Lembah Edlweizz yg tak ku tahu namanya..
Tapi yang pasti..Aku mencintai Merapi karena selalu ada hal baru di setiap pendakiannya..
3 kali pendakian belum cukup rasanya..
Ku yakin masih banyak yang belum kurasa di sini..

..Pesonamu tak pernah mati..Meski kabut selalu menutupi wajahmu..
Aku kan kembali..
Menjejakkan kakiku di puncakmu..


>> 8-9 Mei 2010
featuring Kakex, Weje, Ana, Dewi..
>> 19-20 Juni 2010
featuring Kakex, ian, Udin,
>> 17 Juli 2010
featuring Kakex
>> 7 Agustus 2010
featuring Kakex, ian, Sidiq

Thankz Teman-teman PMTG adventure..

Merapi #1, 8-9 Mei 2010
at Pasar Bubrah
>> WeJe - Kakex - aLoe - Anna - Dewi


Merapi #2, 19-20 Juni 2010
at Puncak Merapi (2914 mdpl)
>> Udin - aLoe - Kakex - ian 

 
Merapi #3, 17 Juli 2010
at Puncak Memoriam
>> Kakex - aLoe

 
Merapi #4, 7 Agustus 2010
at Summit of Merapi

Senin, 02 Agustus 2010

Mandalawangi - Pangrango


Mandalawangi - Pangrango

Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang-jurang mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku
aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya"
tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
‘terimalah dan hadapilah
dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas-batas hutanmu,
melampaui batas-batas jurangmu
aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

Soe Hok Gie
Jakarta, 19 Juli 1966

Sebuah Tanya

Sebuah Tanya
Akhirnya semua akan tiba pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.

Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku


(Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah Mandalawangi.
Kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

Apakah kau masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra,
lebih dekat


(Lampu-lampu berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita berdua, yang tau dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku berbicara tanpa kata, tanpa suara
ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)

Apakah kau masih akan berkata kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta

(Haripun menjadi malam kulihat semuanya menjadi muram
wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa yang tidak kita mengerti
seperti kabut pagi itu)
Manisku, aku akan jalan terus membawa kenangan-kenangan
dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru. .



Soe Hok Gie
Selasa, 1 April 1969