Rabu, 16 Maret 2011

Puisi-Puisi Soe Hok Gie

Hari ini tiba-tiba kuingat lagi tentang Gie setelah beberapa minggu ini 5 cm nya Donny Dhirgantoro mengisi otakku..Ku buka lagi Catatan Seorang Petualang yang lama tak ku sentuh itu..
Dan kali ini ku ingin berbagi tentang puisi-puisi yang ditulisnya semasa hidup sang aktivis itu...Tak banyak, namun semuanya sangat bermakna..

Mandalawangi - Pangrango
Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang-jurang mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku
aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya “
tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
terimalah dan hadapilah
dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas-batas jurangmu
aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

Jakarta, 19-7-1966

Sebuah Tanya
Akhirnya semua akan tiba pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku
(Kabut tipispun turun pelan-pelan di lembah kasih,
lembah Mandalawangi
Kau dan aku tegak berdiri
melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
Apakah kau masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra,
lebih dekat
(Lampu-lampu berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku berbicara tanpa kata, tanpa suara
ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
Apakah kau masih akan berkata kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
(Haripun menjadi malam kulihat semuanya menjadi muram
wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa yang tidak kita mengerti
seperti kabut pagi itu)
Manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru

Selasa, 1 April 1969
dan ini puisi terakhir Soe Hok Gie yang tak berjudul..


Ada orang yang menghabiskah waktunya berziarah ke Mekah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktu di sisimu, sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di Lembah Mandalawangi
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
Mari sini sayangku
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung
Kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita tak ’kan pernah kehilangan apa-apa

Selasa, 11 November 1969

12 + 4

We are volunteers..
Kitalah para relawan
Tanpa batas akhir mencintai alam ini

Because this is our only earth
Karena bumi kita hanya Satu
Hanya ini..yang kita pijak saat ini..

Go green now, my brothers and my sisters..
Bergeraklah sekarang untuk bumi kita yang tlah gundul
Untuk bumi kita yang penuh sampah ini

1 person, 10 trees, 100 trashes..
Satu orang sepuluh tanaman
Satu orang seratus sampah

I think the earth will green
I think the world will clean
Let’s make it true, my friends
Because we are volunteers…

Arie Fendianto
23.02.2011