Rabu, 29 Juni 2011

SINDORO : My First Mountaineering

          Gunung Sindoro (3153 mdpl), 11 Juli 2009, 03.00, dari sinilah karir pendakianku dimulai. Sindoro adalah gunung pertama yang kudaki 2 tahun silam bersama 2 teman SMA-ku, Kakex dan Ian, serta 5 teman baruku, Weje, Agus, Cahyo, Sidiq dan Panji a.k.a Kampret. Di awal pendakian, kami tak saling kenal, bahkan sampai Pos III pun aku belum hafal nama-nama mereka. Tapi suasana terasa menyenangkan, terlebih aku akan menghadapi pengalaman baru, yang hari ini menjadi hobi yang begitu aku cintai.

at Basecamp, Sebelum Pendakian
           Aku melangkah dengan mantap di jalan berbatu, di antara ladang Tembakau yang menjadi etape pertama pendakian gunung ini meskipun matahari cukup panas siang itu. Kaos merah, Jaket parasit Biru, celana putih, dan sepatu Campuss, itulah kostum yang ku pakai. Aku juga belum mengenal Carrier, SB, dan Matrass. Maklum, PEMULA.
          setelah view Tembakau yang membosankan berakhir, aku mulai masuk etape kedua, Hutan. jalan yang kulewati tak lagi berbatu, dan sinar matahari tak lagi sepanas tadi karena terhalang pohon-pohon tinggi. Jalan masih landai, jadi hanya sesekali saja aku berhenti. Namun jalan landai tak bertahan lama, beberapa ratus meter kemudian jalur berubah, mulai naik turun, dan hutan juga semakin lebat. Dan di sini mulai terasa sensasinya, "Ini ya yang disebut naik gunung??".
          Sekitar 2,5 jam kemudian, mulai terlihat pemandangan yang berbeda, batu-batu besar. Di salah satu batu, aku menuliskan 8 nama kami, serta 1 nama yang kini menjadi "bendera' yang menaungiku, PMTG. Sejak saat itulah PMTG terbentuk. Nama PMTG sendiri diciptakan oleh Freddy, dan diusulkan oleh Kakex, yang merupakan singkatan dari Persatuan Mahasiswa Tanpa Guna. Konyol, tapi kami semua menyukainya.
Prasasti Terbentuknya PMTG

           Langit mulai gelap, setelah cukup "nampang" di atas batu kami melanjutkan langkah kami menuju Pos III, di sanalah kami akan mendirikan Dome dan tidur. Kami berjalan beriringan dalam 1 baris, dan mulai menyalakan senter-senter kami untuk menerangi jalan setapak. Perjalanan terasa semakin berat karena stamina yang mulai habis, serta jalan yang terus menanjak.(namanya juga naik gunung!!). Akhirnya, setelah berjuang (cukup) mati-matian, kami sampai di Pos III. Pos III berupa lahan kosong yang cukup untuk beberapa dome. Kami bergegas mendirikan 2 dome, memasak untuk makan malam, membuat api unggun untuk mengurangi hawa dingin yang begitu menusuk. Malam itu memang dingin sekali, maklum musim kemarau, namun langit di atas gunung Sindoro benar-benar amazing, berjuta bint*ng bertaburan. Lampu-lampu kota Temanggung juga tak kalah membuatku terpesona. Subhanallah...
Night at the Mountain
          Setelah shalat kami kemudian tidur untuk mengembalikan stamina, karena esok kami akan melanjutkan pendakian pukul 03.30. Aku, WeJe, Agus, Cahyo dan Sidiq tidur di dome WeJe, sedangkan Kakex, Ian, dan Kampret tidur di dome Yudhis a.k.a Monjaly.

********
12 Juli 2009 Pukul 03.30 dini hari
          Kami bergegas bangun lalu bongkar dome dan segera packing di antara dinginnya suhu dini hari di atas ketinggian. Kami mulai berjalan melewati jalan setapak dengan bantuan cahaya senter. Jaket double, kaos tangan, dan syall menjadi aksesori tambahan untuk menahan dingin. setelah berjalan sekitar 30 menit kami berhenti untuk shalat Subuh. Ini merupakan shalat terdingin yang pernah kulakukan, rahang bawahku sampai bergetar dan menimbulkan bunyi benturan gigi. Seluruh tubuhpun menggigil melawan angin gunung yang datang dari puncak dan menghantam tubuh kami. Inilah perjuangan. 
         Setelah selesai shalat, kami melanjutkan perjalanan yang masih panjang ini. Pohon-pohon tinggi mulai jarang, hanya beberapa di antara sabana. sekitar pukul 5.30, langit timur mulai menorehkan warna merah orange, tanda sunrise akan segera datang. Kami berhenti untuk menikmati moment-moment kemunculan sang mentari, sambil mengabadikannya untuk cerita anak-cucu nanti. awesome..

          Sekitar 1 jam kami berhenti di tempat itu, lalu baru berjalan lagi pukul 6.30. Jalan masih terus menanjak, semakin berat. namun motivasi untuk "menaklukan" gunung pertama ini membuatku tetap semangat melangkahkan kaki. Jengkal demi jengkal, tanjakan, demi tanjakan, bukit demi bukit. matahari merangkak semakin tinggi, semakin cepat menguras stamina. Kadang kami berhenti, untuk minum dan mengistirahatkan kaki. Sidiq mengeluarkan kentang rebus yang dibawanya dari rumah, dan membaginya padaku dan Cahyo (kalau ga' slalah). Kemudian dia langsung memakannya, dengan kulitnya juga. Dia berkata, "Di gunung, semuanya steril.". dari situlah muncul peraturan pertama PMTG, "DI GUNUNG, SEMUANYA STERIL".
          Jalan setapak di antara semak-semak masih menghiasi perjalanan kami. Di tengah perjalanan menuju puncak, aku bertemu dengan pendaki lain, Dhika, dari Diver Venture President University, Jakarta. Aku sempat ngobrol-ngobrol dengannya, foto bersama juga dengan dia dan rombongannya.
Wisnu - Fahmi - Dhika - Ari
The Beautiful scenery
Summit Attack
          Puncak semakin dekat, meskipun masih tertutup Puncak-puncak bayangan. Kupacu kakiku  di tanjakan di antara rerumputan setinggi lutut, kemudian jalan setapak yang ditumbuhi pohon Kayu Asam dan beberapa pohon lain. Semakin tinggi, semakin sering berhenti. Samar-samar kudengar teriakan seseorang, "Puncak!!", hal itu membuatku semakin mempercepat langkah, karena ku tahu puncak telah dekat. Dan tak lama kemudian,,
PUNCAK SINDORO (3153 mdpl)
12 Juli 2009, 07.30

Alhamdulillah. Ian dan Agus yang berjalan lebih dulu sudah berada di sana. Yang lain aku tak ingat, tapi yang pasti aku bukan yang terakhir sampai di puncak ini. Selain kami, ada beberapa tim yang sedang merayakan euphoria puncak. Dhika dkk juga telah berkumpul di puncak.
          Inilah keindahan yang benar-benar indah, perasaan senang berdiri di ketinggian. Sebuah perasaan yang  hingga saat ini membuatku selalu ingin kembali dan kembali lagi. Tak terlukiskan dengan kata panorama yang sungguh sempurna ini. Aku kemudian turun ke kawah gunung Sindoro yang tak lagi aktif ini, Dhika jua ikut turun. Kami kemudian membentuk tulisan dengan batu-batu, membentuk huruf-huruf dari Tim kami masing-masing, aku menulis PMTG, dan dia menulis Diver Venture. Ian, Kampret, dan Kakex menyusul ke kawah, setelah foto-foto, kami naik lagi menemui teman-teman kami yang telah sampai puncak semua.

Ian - Arie -  Kakex at Kawah Sindoro
Kakex - Ian - Arie - Kampret at Kawah Sindoro
          Acara kami di puncak yaitu masak untuk sarapan kami, lalu foto-foto dengan background gunung Sumbing, Merbabu, dan Merapi. Kamipun berfoto bersama Diver Venture, lalu berkenalan. dari situ ku tahu nama-nama mereka, Fahmi, Diana, Ayu, Fino, dan Wisnu. Dhika adalah senior mereka. Tak lupa kami bertukar FB, untuk tetap menjalin pertemanan ini. Sebelum turun, aku, Kakex, dan Sidiq berjalan menuju ladang Edlweiss di sisi selatan puncak, benar-benar ladang. banyak sekali pohon Edlweiss di sini, dan semuanya sedang berbunga. inilah kali pertama aku melihat keindahan bunga langka ini, Anaphalis javanica. Kemudian kami memetik beberapa tangkai bunga Edlweiss yang sedang mekar ini untuk "oleh-oleh". Bunga-bunga itu kami sembunyikan rapat-rapat di dalam tas kami, karena katanya kalu sampai ketahuan orang basecamp, biasanya disuruh mengembalikan atau harus membayar denda. Ya, saat itu memang masih belum terlalu peduli, masih mencari jati diri.


The 8 Founding Father Of PMTG
PMTG adventure - Diver Venture
          Setelah puas menikmati sejuknya puncak, kami turun melalui jalur semula setelah sebelumnya meneriakkan PMTG bersama-sama. Perjalanan turun lebih ringan dan cepat (Yo Genuuhhh!!). Di tanjakan rumput tadi, kini kami menuruninya dengan merosot alias mlorot, (nostalgia masa TK). Di jalur jalan setapak kami kadang berlari, jadi tak perlu waktu yang lama untuk sampai di Pos III lagi. Di sini kami berhenti, meluruskan kaki. Persediaan air mulai menipis, kurang perhitungan. Kemudian kami berangkat lagi, dan kembali berlari. Jalur yang semalam kami lewati dalam kegelapan ternyata sekarang terlihat cukup menyeramkan untuk dituruni, licin, jadi kami harus merosot lagi. kemudian berjalan, berlari lagi, berhenti sejenak, lalu berjalan lagi. Cahyo berlari dengan cepat sekali, aku dan lainnya sampai mengira ada setan lewat, ternyata Cahyo yang Menceleng Picek (baca : Membabi Buta). haha.
          Sampai di etape hutan, cuaca tak sepanas di etape sabana. Sampai di Pos II ada Dhika dkk, kami melewati mereka, hanya menyapa. Ingin berhenti istirahat tapi tak ada tempat lagi. Kami berjalan terus hingga Pos I, di sana kami berhenti. tenggorokan mengering, namun persediaan air telah habis. Kami berniat barter dengan pendaki lain yang naik gunung, barter roti kami yang masih banyak dengan air mereka yang jkuga masih banyak. Tapi tak kami realisasikan, kami pikir-pikir, Siapa yang mau?!! Sidiq kemudian memetik batang rumput Gajah, lalu menghisapnya, katanya ada airnya, tapi aku tak ikut. Mending menahan haus sampai Basecampdaripada nanti kenapa-napa. hehe.. Di Pos I ini ada kejadian lucu, tapi juga kasihan. Entah Diana DV (atau Ayu ya??)  jatuh, lalu dari belakangnya Fino DV (kalau gak salah) juga ikut jatuh dan menindih tubuh Diana, Namun kami yang lagi tiduran malah diam saja melihatnya, tidak menolong atau gimana. Soalnya kami antara kaget, ingin ketawa, dan sungkan. jadi, MAAF ya Diana (atau Ayu) n Fino (Kalau gak salah). :)
         Kami kemudian melanjutkan perjalanan turun dan kembali ke peradaban. Perjalanan melambat, karena kondisi tubuh yang sudah cape' dan tanpa minum. Ian, Sidiq, Cahyo dan Kampret berjalan di depan, jauh di depanku dan Kakex, sementara WeJe berjalan di belakang menemani Agus yang "masuk angin" (gara-gara pas sunrise foto ga pake baju). Cen Ra Mbois blas.! Agus yang berjalan dengan tongkat malah sampai ditawari tukang ojek yang memang ada di sana, dari etape hutan, tak jauh dari ladang. "Ojek, Mas..." hahaha...
          Setelah bersusah-payah berjalan melewati jalan berbatu, akhirnya aku dan Kakex sampai di Batas desa. Kami bergegas mencari sumber air, lalu meminumnya, segar sekali rasanya setelah menahan haus dari Pos I. Lalu kami segera menuju basecamp, ternyata mencari jalan tembus menuju basecamp sulit juga, kami sampai kesasar, setelah tanya penduduk kami baru bisa sampai di basecamp dengan selamat. Alhamdulillah... Kami merebahkan tubuh kami di atas terpal, melemaskan kaki kami, minum teh panas, membeli sticker, dan menandatangani bendera kecil warna merah (sampai sekarang masih ada), dan juga sandal jepit Kakex yang putus saat turun tadi. Melihat wajah-wajah lelah, tapi senang.. Menyenangkan...

********
          Inilah sepenggal kisah pendakian pertamaku, yang sangat menyenangkan, bermakna dan berarti karena menjadi awal dari "Aku" yang saat ini,,Seorang Pendaki,,a Mountaineer...Satu dari 8 pendiri PMTG,,yang  tak lagi singkatan dari Persatuan Mahasiswa Tanpa Guna, tapi Persatuan Mahasiswa Tresno Gunung. dan kini, tim ini bernama PMTG adventure.
          i wanna say thanks to Taufiq Bayu Pamungkas a.k.a Kakex yang telah mengajakku dalam pendakian Sindoro 2 tahun yang lalu itu, sehingga aku bisa merasakan nikmatnya berdiri di puncak gunung,,damainya berdiri di ketinggian...thanks a lot..
Tak lupa juga pada The Founding Fathers lainnya, Ian, WeJe, Agus, Cahyo, Sidiq dan Kampret atas pengalaman berharga ini. atas Kekonyolan, keterbukaan, dan kesetiakawanan kalian...
See you on the next mountaineerings...
PMTG..SAKLAWASE....

2 komentar:

  1. sayang bgt bro batunya dicoret-coret gitu.. semoga di gunung-gunung lain gak ada yg namanya "prasasti" PMTG Adventure.. salam.

    BalasHapus
  2. Ceritanya lengkap dan enak dibaca mas, Foto-fotonya juga bagus-bagus,
    Saya jadi kangen pengen ke Sindoro-Sumbing lagi :)

    BalasHapus